Cuap-Cuap Kiki
Dear all guys who read this article right now…
Matematika. Berhitung. Bernalar.
Mengapa harus ada matematika?
Kalau saja matematika tidak ada, apakah kehidupan manusia
akan berkembang?
Kalau saja guru matematika di sekolah mengetahui benar apa
itu matematika.
Kalau saja pembelajaran matematika tidak melulu tentang
rumus dan perhitungan.
Yang saya khawatirkan dari dulu adalah ketuntasan belajar.
Guru menuntut ketuntasan belajar siswa dapat dimaksimalkan tetapi bagaimana
bisa bila siswa masih tidak mencintai matematika?
Saya, anak bawang yang masih belum mengerti apa-apa tentang
matematika. Saya berusaha mendekati matematika. Selangkah lebih dekat dengan
matematika setiap harinya. Agar suatu hari nanti di saat waktu menghendaki saya
berdiri di hadapan siswa, saya telah siap. Siap tersenyum pada mereka. Siap
menjadi apa yang mereka inginkan. Siap memberi apa yang mereka butuhkan.
Selama saya belajar matematika di bangku sekolah, saya
selalu bertemu dengan guru yang menggunakan metode ceramah dalam kegiatan
pembelajaran. Biar saya ingat-ingat dulu agar saya dapat menganalisis apa yang
seharusnya saya dapatkan di bangku sekolah kala itu.
Mulai saat ini saya akan memegang prinsip bahwa sekolah
dengan predikat baik pasti memiliki sumber daya pengajar dan sarana prasarana
yang baik pula. Mata saya mulai terbuka ketika saya duduk di bangku
perkuliahan.
Bukan maksud saya mendiskriminasi sekolah yang kurang baik,
tapi inilah beberapa fakta yang saya rasakan dan saya temukan di dalam sana.
Saya merasa seperti tidak pernah duduk di sekolah dasar
saat teman-teman saya mengatakan bahwa ketika mereka duduk di sekolah dasar,
mereka diminta oleh guru mereka membawa benang, lalu dilingkarkanlah benang
tersebut sepanjang sisi lingkaran hingga didapatlah keliling lingkaran sebelum
akhirnya mereka menghitung keliling lingkaran menggunakan rumus keliling
lingkaran.
Pun perkara jangka, busur dan semacamnya. Saya tipikal
orang yang tidak mudah melakukan sesuatu, apalagi bila sesuatu tersebut
merupakan suatu pengalaman yang saya buat sendiri. Ya, misalnya saat seseorang
diajari cara menggunakan jangka untuk membuat sebuah lingkaran, lalu ia diminra
secara langsung membuat lingkaran dengan panjang jari-jari yang telah
ditentukan lalu ia bisa, maka ia telah mengkonstruksi pengetahuan baru di dalam
memorinya dan terbukti bahwa memang semua pengetahuan itu harus dikonstruksi
sendiri oleh diri setiap individu.
Sebaik apapun metode yang telah diterapkan guru agar
siswanya mengerti akan suatu hal, bila siswa tersebut sama sekali tidak mau
membangun, mengkonstruksi pengetahuan baru dalam memorinya, maka tidak ada
hasil apa-apa karena semua bermulai dengan kata ‘Oooh’. Ketika seseorang berkata
“Oh..” artinya ia baru mendapatkan sesuatu dan ia akan mengkonstruk sesuatu
dalam pikirannya. Jadi ingatkan dan sadarkan siswa kita bahwa mereka harus
membuka, membuka pikiran mereka untuk bersiap membangun semua pengetahuan yang
mereka dapatkan di sekolah. Bawalah mereka berpetualang dalam alam pikiran
mereka sendiri. Ingatkan bahwa merekalah arsitek kehidupan mereka. Bangunlah
pengetahuan-pengetahuan itu. Jangan biarkan pengetahuan itu terlewat begitu
saja karena diri mereka belum siap untuk membangun atau tidak ingin membangun
pengetahuannya. Buatlah mereka berbahagia untuk membangun pulau-pulau
pengetahuan, khususnya disini, pulau pengetahuan matematika.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar