Jumat, 27 November 2015

Cuap-Cuap Matematika



Cuap-Cuap Kiki

Dear all guys who read this article right now…
Matematika. Berhitung. Bernalar.
Mengapa harus ada matematika?
Kalau saja matematika tidak ada, apakah kehidupan manusia akan berkembang?
Kalau saja guru matematika di sekolah mengetahui benar apa itu matematika.
Kalau saja pembelajaran matematika tidak melulu tentang rumus dan perhitungan.

Yang saya khawatirkan dari dulu adalah ketuntasan belajar. Guru menuntut ketuntasan belajar siswa dapat dimaksimalkan tetapi bagaimana bisa bila siswa masih tidak mencintai matematika?

Saya, anak bawang yang masih belum mengerti apa-apa tentang matematika. Saya berusaha mendekati matematika. Selangkah lebih dekat dengan matematika setiap harinya. Agar suatu hari nanti di saat waktu menghendaki saya berdiri di hadapan siswa, saya telah siap. Siap tersenyum pada mereka. Siap menjadi apa yang mereka inginkan. Siap memberi apa yang mereka butuhkan.

Selama saya belajar matematika di bangku sekolah, saya selalu bertemu dengan guru yang menggunakan metode ceramah dalam kegiatan pembelajaran. Biar saya ingat-ingat dulu agar saya dapat menganalisis apa yang seharusnya saya dapatkan di bangku sekolah kala itu.

Mulai saat ini saya akan memegang prinsip bahwa sekolah dengan predikat baik pasti memiliki sumber daya pengajar dan sarana prasarana yang baik pula. Mata saya mulai terbuka ketika saya duduk di bangku perkuliahan.

Bukan maksud saya mendiskriminasi sekolah yang kurang baik, tapi inilah beberapa fakta yang saya rasakan dan saya temukan di dalam sana.
Saya merasa seperti tidak pernah duduk di sekolah dasar saat teman-teman saya mengatakan bahwa ketika mereka duduk di sekolah dasar, mereka diminta oleh guru mereka membawa benang, lalu dilingkarkanlah benang tersebut sepanjang sisi lingkaran hingga didapatlah keliling lingkaran sebelum akhirnya mereka menghitung keliling lingkaran menggunakan rumus keliling lingkaran.
Pun perkara jangka, busur dan semacamnya. Saya tipikal orang yang tidak mudah melakukan sesuatu, apalagi bila sesuatu tersebut merupakan suatu pengalaman yang saya buat sendiri. Ya, misalnya saat seseorang diajari cara menggunakan jangka untuk membuat sebuah lingkaran, lalu ia diminra secara langsung membuat lingkaran dengan panjang jari-jari yang telah ditentukan lalu ia bisa, maka ia telah mengkonstruksi pengetahuan baru di dalam memorinya dan terbukti bahwa memang semua pengetahuan itu harus dikonstruksi sendiri oleh diri setiap individu.
Sebaik apapun metode yang telah diterapkan guru agar siswanya mengerti akan suatu hal, bila siswa tersebut sama sekali tidak mau membangun, mengkonstruksi pengetahuan baru dalam memorinya, maka tidak ada hasil apa-apa karena semua bermulai dengan kata ‘Oooh’. Ketika seseorang berkata “Oh..” artinya ia baru mendapatkan sesuatu dan ia akan mengkonstruk sesuatu dalam pikirannya. Jadi ingatkan dan sadarkan siswa kita bahwa mereka harus membuka, membuka pikiran mereka untuk bersiap membangun semua pengetahuan yang mereka dapatkan di sekolah. Bawalah mereka berpetualang dalam alam pikiran mereka sendiri. Ingatkan bahwa merekalah arsitek kehidupan mereka. Bangunlah pengetahuan-pengetahuan itu. Jangan biarkan pengetahuan itu terlewat begitu saja karena diri mereka belum siap untuk membangun atau tidak ingin membangun pengetahuannya. Buatlah mereka berbahagia untuk membangun pulau-pulau pengetahuan, khususnya disini, pulau pengetahuan matematika.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ESSAY PENGAJAR SBMPTN KSE UNJ

Pendidikan itu mahal. Sekolah negeri, meski sudah digratiskan biaya operasionalnya, masih merupakan beban yang sulit dipikul bagi segol...