Sabtu, 19 Desember 2015

Mereka Berkumpul di Jalan



Ribuan orang bergerombol di jalan. Bukan. Orang-orang itu bukan sedang berdemo menuntut harga bbm turun. Bukan pula mengantri untuk mengambil ‘bantuan langsung tunai’. Lalu, sebenarnya apa yang mereka lakukan?

Orang-orang itu asyik dengan diri mereka sendiri. Ada yang diam. Ada yang terlihat bosan. Ada yang mulai mengerutkan dahinya. Ada yang membenarkan posisinya. Ada yang sudah tidak sabar dengan apa yang dihadapinya. Sebenarnya apa yang mereka hadapi?
Disini porsi mereka berbeda. Sesuatu itu dikuasai oleh orang dengan kepentingan berbeda. Satu orang ada yang menguasai 150 cm2, ada yang menguasai 500 cm2. Sebenarnya dimana mereka? Apa yang mereka kuasai?

Disana, secara tidak sadar mereka merusak diri mereka. Organ dalamnya tercemari. Akal sehatnya tersakiti. Perasaan dan egonya terkuati. Waktu dan daya ciptanya terlewati. Mereka tak perduli. Mereka anggap ini biasa. Mereka rasa inilah siklus kehidupan yang memang harus mereka lalui setiap hari.
Tidak pernahkah mereka bertanya dimana sebaiknya mereka berada? Apa ini, apa itu? Kenapa daku berdiam disini? Menunggu sesuatu berubah lalu dengan pelan-pelan menyeret alat yang membawaku itu ke tujuan?

Bosan. Kesal. Marah. Itu sudah biasa.
Ditemani bau khas itu. Disuguhi pemandangan memuakkan itu.

Sudahlah. Ini hanya dumelanku saja.
Ya, kadang aku berpikir. Apa hanya aku yang berlebihan menanggapi masalah ini?
Apa hal ini akan dibiarkan terus menerus?
Apa aku harus selamanya menjebak diriku pada lingkaran tak berguna itu?
Kenapa tak ada yang memberi solusi?
Kenapa semua orang acuh?
Kenapa aku marah?

Kenapa masalah kemacetan tak pernah bisa dituntaskan?????

Aku tak berharap muluk-muluk. Jika tak bisa dituntaskan, apakah bisa dikurangi saja? Bila tak bisa dikurangi, apakah boleh stagnasi saja? Jangan biarkan luka ini makin parah. Jangan biarkan kemacetan ini makin merah.

Setiap hari orang kehabisan waktunya di jalan. Durasi mereka di jalan setiap harinya selalu bertambah.

Harus apa?
Mengurung diri saja di rumah? Meninggalkan kota dengan sejuta kerumitan sarana dan prasarananya?
Membiarkan yang kaya mengambil segala hak milik yang miskin?
Membeli segala hal yang mereka mau?

Biar saja mereka di dalam kulkas berjalannya sana.
Berdiam seorang diri mengendarai alphard, jazz, avanza, jeep, dalam kemacetan Jakarta sambil menghubungi kolega untuk memutuskan berapa harga untuk menggusur rumah di kampung sebelah sana. 

Kiki. Anak yang bosan terjebak macet.
18/12/2015 21.59.

Senin, 07 Desember 2015

Siswa Harus Dibuat Menyukai Buku Paket Matematika



Siswa Harus Dibuat Menyukai Buku Paket Matematika.
“Kami suka membaca buku paket matematika”

Ketika saya duduk di kelas 0 – 11, saya tidak pernah membaca buku paket matematika. Jangankan membaca tuntas, membaca sebagian saja jarang-jarang bahkan tidak pernah.

Ketika SMP, saya hanya terpaku pada buku catatan saya yang saya anggap lengkap, dan tak pernah sekali pun menyentuh buku matematika. Rasanya dulu malas sekali membeli buku paket matematika yang bagi saya dulu tak berharga karena tak saya pelajari. Karena guru saya pun tak pernah menginstruksikan siswanya untuk membaca buku matematika. Sedang saya pun tak memiliki inisiatif untuk membacanya karena saya tak mendapatkan esensi untuk membaca buku matematika.

Ketika SMA, hal serupa terjadi pula, tapi lumayanlah sedikit karena kadang-kadang guru saya meminta siswanya untuk mengerjakan soal-soal di buku paket sebagai latihan, alhasil, pernah dicoret-coretlah buku tebal nan bersih itu, buku matematika.

Saat ini, saat saya masih kuliah di program studi pendidikan matematika, saya rajin membabat habis pembahasan buku paket matematika, karena saya menyukainya. Saya selalu menyukai kata pengantar dari setiap buku, tak terkecuali buku matematika. Ketika saya dituntut untuk memahami materi matematika kelas 5 dan 9, karena saya mengajar privat siswi kelas 5 dan 9, saya selalu menyempatkan diri saya untuk memahami materi yang akan saya ajarkan nanti. Satu-satunya sumber belajar saya adalah buku paket elektronik siswa yang dapat diunduh secara gratis di internet. Alhamdulillah sangat membantu. Ketika mengambil mata kuliah pembelajaran matematika SMP, saya mendapat tugas banyak sekali, mulai dari membuat sepotong RPP, sampai RPP lengkap, lalu membuat poster pembelajaran, dan lainnya. Untuk membuat tugas-tugas itu, saya harus memahami materi yang telah hilang dari memori saya semua, yaitu materi matematika SMP. Jadilah saya harus membaca dan memahami buku paket elektronik siswa.

Bapak, Ibu Guru, mari ajak siswa mengamati keindahan matematika dari sumber belajar yang luas, yaitu buku. Jangan biarkan mereka hanya terpaku pada ceramah Bapak/Ibu, slide presentasi Bapak/Ibu. Memang, membaca itu memakan waktu, apalagi bila diselipkan dalam kegiatan pembelajaran secara keseluruhan isi materi, waktu tidak akan cukup menemani mereka. Timanglah mereka pada sepotong-sepotong materi dan masalah matematika yang mereka baca, amati, dan pahami sendiri oleh daya tangkap mereka. Biarkan mereka mendapat stimulus untuk memperluas pengetahuan matematika mereka melalui buku paket matematika. Apalagi buku paket siswa diknas sesuai kurikulum 2013 sudah cukup apik mengemas buku matematika yang menarik dan kreatif. Ajaklah siswa membaca. Beritahu mereka apa gunanya membaca. Ceritakan kepada mereka bagaimana asyiknya diri kita saat membaca, khususnya membaca buku matematika. Buatlah siswa menyadari bahwa hal-hal di sekitar mereka adalah matematika. Buat mereka sadar, agar mereka bangun dan menganggap matematika itu hanya sebuah mimpi, mimpi buruk, yang padahal dalam kehidupan nyata, matematika itu indah, matematika ada di sekeliling mereka. “Perkara matematika itu mudah.” Buat mereka memakukan kalimat itu di kepala mereka.

Kiki. 7/12/15 8:32 PM

ESSAY PENGAJAR SBMPTN KSE UNJ

Pendidikan itu mahal. Sekolah negeri, meski sudah digratiskan biaya operasionalnya, masih merupakan beban yang sulit dipikul bagi segol...