Jumat, 29 Januari 2016

Senja Itu, Perjalanan Pulang Kuliah



Langit yang tadinya biru mulai beringsut menjadi abu kala Naila berada di dalam sebuah angkutan kota bernama kopaja. Kopaja jurusan Pulogadung-Manggarai itu cukup sesak di jam pulang kantor pada sekitaran pukul lima. Naila baru sekali menaiki angkutan kota jurusan ini. Akhir-akhir ini ia berkeras ingin menaiki angkutan umum yang disediakan pemerintah DKI Jakarta untuk mengantarnya pulang dan pergi ke kampus tercintanya, Universitas Negeri Jakarta. Naila masih bergidik ngeri saat mengingat momen pertamanya mengobrol enam mata dengan Pak Polisi, empat mata milik Naila-Naila berkacamata- dan dua mata milik Pak Polisi. Naila masih mengingat tajamnya dua bola mata yang membuatnya bermimpi ditilang polisi 3 malam berturut-turut setelah kejadian itu. Ya, efek shock dan sedikit depresi.
Naila jadi ingat kegilaan tadi pagi. Tadi pagi, ia pamer bahwa ia pergi ke kampus naik kereta dan diintegrasikan dengan transjakarta. Tadi pagi, hampir semua anak di kelas mendengarkan kisah tragis seorang Naila yang habis ditilang oleh polisi. “Iya, Naila habis ditilang polisi rabu kemarin makanya dia jadi anak kereta sama anak busway”, terang salah satu teman Naila pada teman kelasnya yang telat mendengarkan kisah seru Naila  tadi. Jelaslah sekarang apa alasannya Naila si anak motor berhijrah mengurangi kemacetan dengan menjadi anker-anak kereta, dan anbus-anak bus (busway dan buskota).
Usut punya usut, si Naila ini belum punya sim dan rabu sore yang apes itu, Naila ketangkap basah oleh  polisi yang langsung mengikat matanya pada pandangan pertama. Naila didakwa menjadi tersangka pada dua pelanggaran sekaligus; tidak punya sim dan mengendarai motor yang pelat nomornya sudah basi alias sudah habis masa berlakunya. Judul penilangan ini bukan tilang stnk untuk disidang, tapi tilang moral, m-o-r-a-l. Ya, Pak Polisi tidak menilang stnk motor kadarluasa Naila, tapi Pak Polisi hanya sedikit menyayat moral Naila. Sayatan yang dibuat Pak Polisi dalam sekali. Lukanya, walaupun seminggu setelah kejadian naas itu berlalu, masih terasa perih sekali. Jadilah sejak saat itu, Naila tobat naik motor.
“Orang-orang masih aja pada pura-pura tidur. Gak lihat apa ada orang tua di depan matanya!”
Naila yang sedang asik melamun sambil memejamkan mata tertegun mendengar ucapan sarkastik laki-laki barusan. Sontak ia membuka mata. Benar ada seorang bapak tua berdiri di depannya.
“Oh maaf, Pak, saya gak tau”, Naila memeluk ranselnya, berdiri dan mempersilahkan bapak tersebut menduduki singgasana yang baru 10 menit dikuasainya.
Naila berdiri. Disampingnya ada seorang ibu-ibu yang bersandar pada bangku penumpang. Naila tahu bahwa ibu ini tak ingin capek-capek memaksa lengannya bergelantung pada tali keras yang menggantung di langit-langit kopaja. Di sampingnya juga ada seorang laki-laki muda yang mungkin seusia dengan Naila. Naila melirik laki-laki tersebut sebentar, ia memicingkan matanya sedikit untuk mengambil ganbar si dia dalam ingatan Naila -orang yang barusan menyindirnya dan membuatnya sedikit malu di mata seisi kopaja tersebut. Sebelum kepergok dan dikenai pasal karena memperhatikan laki-laki yang sepertinya sedikit sentimental itu, Naila membuang pandangannya ke jalan yang sesak oleh motor dan mobil pribadi. Mereka berserakan, tumpah ruah bagai mainan adik Naila yang dihambur-hamburkan di kamar Naila setiap malam pukul enam.
Tujuan Naila adalah stasiun Manggarai. Naila pernah sekali kesana bersama teman kelasnya tapi baru kali ini Naila pulang sendirian. Naila tiba-tiba teringat pada fakta yang dipercayai teman Naila tentang stasiun Manggarai. Katanya stasiun Manggarai itu seram dan angker karena bangkai kepala kereta yang kecelakaan di Bintaro beberapa tahun lalu disemayamkan disana. Masa bodoh, batin Naila, banyak orang ini kok kenapa harus takut sama hal kayak gitu.
“Hujan?” Naila mulai resah bagaimana nasib dirinya yang tak membawa payung. Tapi sedetik kemudian Naila malah senang,karena inilah kesempatan baginya untuk membuat kenangan mandi hujan di perjalanan pulang. Ia ingin mandi hujan. Tapi saat ia ingat kalau jarak dari terminal bus sampai stasiun begitu jauh, dan saat ia ingat teman kelasnya pernah membuat private message tentang kehujanan dan masuk angin karena menerobos hujan, Naila mengurungkan niatnya. Ia juga tak bisa membayangkan nanti di dalam kereta yang ber-AC atau berkipas angin, seonggok Naila menjadi makhluk astral sendirian, basah kuyup di tengah kerumunan orang-orang kantoran yang berbaju rapi.
Semua orang berlomba turun dari kopaja bak air hujan yang mengalir dari atas atap rumah Naila. Hujan menjebak orang-orang di kolong jembatan. Banyak yang berteduh di kolong jembatan tapi Naila terus berjalan, mengekor kawan-kawan yang tak menganggap Naila kawan di kopaja tadi. Kawan-kawan se-kopaja Naila mulai membuka payung warna-warni mereka dan berlarian melawan derasnya hujan dari bawah payung mereka. Beberapa anak kecil berusia di bawah 10 tahun menawarkan jasa ojek payung tapi Naila pikir ia belum butuh itu. Kebetulan di depan jalan ada sebuah tenda kaki lima yang kosong. Banyak pejalan kaki yang kebanyakan laki-laki berteduh disitu. Apa boleh buat, daripada basah kuyup, Naila menyelipkan dirinya diantara orang-orang itu lalu diam tanpa kata memandangi hujan yang tak menginginkan perjalanan pulangnya semudah membalikkan telapak tangan. Apalah nasib seorang jomblo seperti Naila. Pergi pulang kuliah sendiri. Terjebak hujan sendiri. Linglung sendiri. Tapi ntidak mengapa, asal jangan tersesat sendiri.
“Mba, ini bangkunya kosong”, ujar seorang bapak di belakang Naila. Mempersilahkan Naila duduk di bangku panjang yang memang tak ada yang duduki. “Oh, iya Pak”. Naila duduk di ujung bangku panjang itu. Sekali lagi Naila hanyut dalam pikirannya sendiri. Hujannya gak reda-reda, batin Naila.

******* Bersambung ********

Senin, 18 Januari 2016

Random Post (Seneng-Galau)



Seneng deh, seneng punya rumah dimana gue gak kegerahan karena ada kipas angin, seneng punya kasur dan bantal yang bisa gue elus-elus sebelum tidur, seneng punya handphone yang bisa dipake buat online, chatting, searching, download aplikasi, baca ebook, denger lagu, nonton film walaupun layarnya cuma 4 inchi dan baterainya cuma tahan 4 jam kalau dipake nonstop, seneng punya notebook yang bisa dipake nonton film, ngetik tugas, ngetik curhatan ga jelas, posting blog, buka ebook, simpen dokumen-dokumen, tempat nyaman buat mengetik curahan hati saat sepi, seneng bisa ngelakuin apa yang pengen gue lakuin, seneng bisa ngapain aja di rumah ini sesuka hati.

                Males-malesan dengan hal-hal menyenangkan di atas emang enak. Yap itulah zona nyaman gue. Sibuk sendiri sama hal yang gue sukai.

Gue Kiki. Cewek biasa aja. Suka nyanyi. Kalo abis denger gue bilang suka nyanyi pasti pada nanya kalo suara gue bagus. Nggak, suara gue standar aja. Ya pernah 3 kali nyanyi di depan orang banyak. Ya gitu sering degdegan sama sering fals.

Btw gue itu introvert. Ya gue tau lo pasti ilfeel pas gue mengutarakan ini. Tapi asli ya gue itu dari kecil ya emang kayak gini, nyaman kayak gini ya that’s why sampe kepala dua gini gue orangnya rada autis yang dalam artian suka sibuk sama diri gue sendiri.

Gak tau sih, gue dari kecil tuh sok pinter gitu kan hobinya belajar, ya lo tau sendiri kebanyakan orang yang rajin belajar itu suka menyendiri belajarnya pengen menguasai semua ilmu yang dipelajarinya makanya lebih banyak pake waktu buat menyendiri, belajar menyendiri. Ya gitu deh kebiasaan sok pinter, pengen dapet 100 pas ujian makanya gue habisin kebanyakan waktu gue buat belajar, sendirian.

Ya pasti lo pikir hal yang gue lakuin selama ini gak guna karena ilmu yang gue embat sendiri itu gak guna kalo cuma dipake buat dapet nilai sempurna di ujian tapi abis itu ilang aja kayak hembusan dan ga guna apa-apa bagi orang lain.

Of course, lo betul. Gue juga baru sadar akhir-akhir ini. Gue telat banget kalo gue baru sampai pada taraf berpikir ini. Taraf berpikir bahwa belajar itu kadang ya emang cuma sebuah rutinitas aja. Kosong bro. Kayak apa ya, kayak ya kadang llo pikir belajar itu useless tapi kadang lo harus percaya kalo gada sesuatu yang useless. Oke gue mulai ngaco.

Ya jadi gini, gue ini lagi stress, bisa dibilang gitu. Kenapa? Ya seperti dijelaskan di atas, gue tumbuh menjadi anak yang belaga pinter yang pengennya ranking 1 dan dapet piala pas pembagian raport naik kelas. Tapi tiba-tiba di dunia kuliah ini gue merasa oon dan useless. Yang paling parah ya semester ini saat yang gue pelajarin itu useless semua ketika gue gabisa mengerjakan soal ujian. Stress iya. Terlalu dilebihkan kalo gue stress sampe-sampe gak mikirin kegiatan lain yang harusnya masih dikerjain.

Gue jadi inget omongan temen gue kalo orang ciri-cirinya kayak gue nih pasti kurang tilawah, ibadahnya lagi futur. Asik deh bahasa gue. Ya gitu emang bener sih.

Gue dari kecil diajarin agama. Dari kelas 0-12 gue sekolah di agama. Basic gue dari kecil 5 tahun ngaji di TPA. Pas SMA ikut tahfidz qur’an juz 30. Ya pokoknya gue pas zaman sekolah tiap hari tilawah deh rutin 2 lembar. Tapi pas masuk kuliah, gue berubah. Ya abis gimana ya gue tuh kayak orang hilang arah gitu. Gue pengen ikut golongan berjilbab panjan yang masya Allah solihahnya tapi gue gak bisa kayak gitu-gitu amat. Akhirnya gue labil kan, gue mau jadi muslimah yang bener tapi belum sreg sama kondisi keagamaan di kampus. Gue takut aja apa yang mereka lakukan itu beda sama apa yang gue pegang selama ini. Tapi bohong deng, emang guenya aja yang gak mau membuka hati dan membaur sama mereka. Eh tapi gue membaur kok, gue kadang hari jum’at ikut kajiannya gitu sama kadang ikut mentoring haha.

Duh disini gue keliatan gak bener banget ya? Hmm ya gitu deh. Gue kadang rindu. Rindu masa-masa dimana gue dekat sekali dengan sang maha pencipta. Rindu betapa tenangnya membaca Al-Qur’an setelah sholat maghrib. Rindu melihat ayat A-Qur’an yang seakan sangat ingin dihapal oleh diri ini. Rindu berkawan dengan orang-orang soleh dan solehah. Tapi aku dan mereka bagaikan dua kardus yang berbeda. Aku kardus kecil yang tak dihiraukan. Aku ingin bergabung dalam kumparan ikhwah solehah di dalam kardus besar sana tapi diriku bukan siapa-siapa…

Sebenarnya aku begitu mengagumi kawan-kawanku yang berparasa indah, berhati lembut, bertutur halus dan berhias anggun, aku ingin seperti mereka. Tapi yang kulihat mereka terlalu jauh dari pelupuk hingga aku hanya bisa tersenyum di depan mereka.

Ya Allah. Aku rindu. Aku ingin menjadi wanita yang baik. Solehah seperti dahulu. Bimbing aku kembali ke jalan-Mu Ya Allah. Jangan biarkan aku terlena oleh fananya dunia Ya Allah… Beri aku petunjuk.. Aku rindu pada-Mu. Aku rindu Rasul-Mu, Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, Allahumma Shalli Wasallim Wa Baarik ‘Alaih…

ESSAY PENGAJAR SBMPTN KSE UNJ

Pendidikan itu mahal. Sekolah negeri, meski sudah digratiskan biaya operasionalnya, masih merupakan beban yang sulit dipikul bagi segol...